Menurut dia, TNI pun bisa menangkap untuk membantu instansi Polri.
"TNI menganggap bahwa orang yang menggunakan atribut-atribut seperti PKI, lambang palu-arit, dianggapnya tertangkap tangan. Oleh karena itu, siapa saja yang menangkap tangan boleh melakukan penangkapan," ujar Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Senin (16/5/2016).
Sementara penanganan hukumnya tetap dilakukan oleh Polri. Jadi, setelah TNI menangkap, maka akan diserahkan kepada Polri untuk ditindaklanjuti.
Sementara untuk kegiatan sweeping tetap dilakukan oleh Polri.
"Sweeping bukan tertangkap tangan," kata Badrodin.
Dalam kesempatan yang sama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, TNI hanya menjalankan undang-undang yang ada.
Siapa pun yang melihat adanya pelanggaran, bahkan masyarakat pun, wajib bertindak.
"Tapi prosesnya adalah berpulang lagi pada Polri. Kami tangkap, kami serahkan ke Polri untuk diproses hukum karena melanggar hukum," kata Gatot.
Sebelumnya, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan bahwa tidak ada dasar hukum yang melandasi penangkapan orang-orang yang memakai atau menyimpan kaus berlogo palu arit.
Dia menilai, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh aparat telah menyalahi peraturan perundang-undangan.
(Baca: LBH Jakarta: Tidak Ada Dasar Hukum Penangkapan Orang Pakai Kaus Palu Arit)
Sedangkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung meminta Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo agar bawahannya mempertimbangkan prinsip kebebasan berpendapat soal penindakan hal berbau komunisme.
Menurut Pramono, Presiden Joko Widodo juga memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk memantau penuh cara bertindak jajaran di bawah yang menindak hal-hal berbau komunisme.
0 komentar: